Categories: Topik Rumusan Skripsi

Skripsi Married by Accident: Tinjauan Hukum Perkawinan dan Perlindungan Anak dalam Kasus Married by Accident di Indonesia

Kata Pengantar

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan naskah skripsi singkat yang berjudul “Married by Accident: Tinjauan Hukum Perkawinan dan Perlindungan Anak dalam Kasus Married by Accident di Indonesia”. Naskah ini disusun sebagai panduan ringkas untuk membantu mahasiswa menyusun skripsi pada bidang hukum keluarga, khususnya menyangkut dinamika kehamilan pranikah dan konsekuensi yuridisnya.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa naskah ini masih jauh dari sempurna. Ruang lingkup, kedalaman analisis, dan rujukan pustaka sengaja dibuat tidak terlalu detail mengingat tujuannya sebagai contoh struktur dan bahan awal, bukan sebagai hasil penelitian final yang komprehensif. Kendati demikian, penulis berupaya menghadirkan peta masalah yang jelas, kerangka hukum yang aktual, serta rekomendasi praktis bagi pengembangan skripsi dengan pendekatan yuridis normatif dan, bila memungkinkan, didukung data empiris.

Terima kasih penulis sampaikan kepada:

  • Dosen pembimbing yang memberi arahan konseptual dan metodologis;
  • Pimpinan dan sivitas akademika fakultas hukum;
  • Orang tua, keluarga, dan sahabat yang memberi dukungan moral;
  • Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Semoga naskah ini bermanfaat sebagai pijakan awal dan inspirasi untuk memperdalam kajian hukum perkawinan dan perlindungan anak di Indonesia.

[Tempat], [Tanggal Bulan Tahun]

Penulis

Motto

  • “Anak dilindungi, bangsa maju.”
  • “Hukum keluarga yang adil berawal dari pengakuan martabat setiap anak.”
  • “Kebenaran hukum bertemu dengan kasih sayang dalam kepentingan terbaik anak.”

Abstrak

Fenomena married by accident (MBA)—yakni perkawinan yang dilangsungkan karena kehamilan di luar perkawinan—merupakan realitas sosial yang terus muncul di Indonesia. Walau istilah MBA tidak dikenal dalam peraturan perundang-undangan, praktiknya menimbulkan konsekuensi hukum yang penting, baik bagi keabsahan perkawinan maupun bagi perlindungan hak anak yang dikandung dan/atau dilahirkan. Penelitian ini bertujuan menguraikan (1) kerangka hukum perkawinan yang relevan pada kasus MBA, termasuk syarat sah perkawinan, pencatatan, dispensasi kawin, dan isbat nikah; (2) pengaturan perlindungan anak, khususnya terkait status perdata, asal-usul, akta kelahiran, dan pemenuhan nafkah; serta (3) problem dan strategi implementasi yang sejalan dengan asas kepentingan terbaik bagi anak.

Penelitian menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual, dan pendekatan kasus. Sumber bahan hukum meliputi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (sebagaimana diubah dengan UU No. 16 Tahun 2019), Kompilasi Hukum Islam (Inpres No. 1 Tahun 1991), UU Administrasi Kependudukan, UU Perlindungan Anak, Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46/PUU-VIII/2010, serta Peraturan Mahkamah Agung No. 5 Tahun 2019 tentang dispensasi kawin. Temuan utama menunjukkan bahwa (a) MBA dapat dilakukan sesuai hukum sepanjang memenuhi syarat materiil dan formil perkawinan, termasuk pencatatan; (b) anak yang lahir tetap berhak atas identitas, pengasuhan, dan perlindungan tanpa diskriminasi; dan (c) sistem hukum menyediakan jalur korektif seperti pengakuan anak, penetapan asal usul, dan isbat nikah untuk menjamin kepastian hukum.

Rekomendasi diarahkan pada penguatan edukasi calon pengantin, penegakan standar dispensasi kawin yang ketat, perbaikan layanan adminduk untuk akta kelahiran, serta koordinasi lintas lembaga guna memastikan kepentingan terbaik anak menjadi fokus utama dalam penanganan kasus MBA.

Kata kunci: married by accident, perkawinan, perlindungan anak, akta kelahiran, dispensasi kawin, isbat nikah.

Daftar Isi

  • Kata Pengantar
  • Motto
  • Abstrak
  • BAB I Pendahuluan
  • BAB II Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori
  • BAB III Metode Penelitian
  • BAB IV Pembahasan dan Analisis
  • BAB V Penutup
  • Daftar Pustaka

BAB I Pendahuluan

Latar Belakang

Perkawinan pada dasarnya adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Di Indonesia, keabsahan perkawinan mensyaratkan pemenuhan ketentuan agama dan kepercayaan masing-masing serta pencatatan negara. Namun, dinamika sosial memperlihatkan kemunculan situasi tertentu seperti kehamilan pranikah yang mendorong perkawinan—sering disebut married by accident (MBA). Walau istilah ini tidak normatif, fenomenanya menuntut kepastian dan keadilan hukum, terutama bagi anak.

Dari perspektif hukum, MBA memunculkan sejumlah isu: syarat sah perkawinan jika salah satu pihak di bawah umur, syarat dan prosedur dispensasi kawin, status dan pencatatan perkawinan, penetapan asal usul anak, akta kelahiran, serta pemenuhan hak-hak anak. Pada komunitas Muslim, Kompilasi Hukum Islam (KHI) mengatur bahwa perempuan hamil di luar nikah dapat dikawinkan dengan pria yang menghamilinya tanpa menunggu kelahiran. Di sisi lain, pembaruan regulasi menaikkan batas minimal usia kawin menjadi 19 tahun bagi laki-laki dan perempuan, sehingga permohonan dispensasi kawin meningkat pada kasus MBA yang melibatkan anak.

Tantangan praktis muncul pada aspek stigma, pemahaman hukum yang terbatas, disparitas pemenuhan syarat administratif, dan hambatan akses layanan (isbat nikah, penetapan asal usul anak, pengakuan anak, akta kelahiran). Secara prinsipil, asas kepentingan terbaik bagi anak (best interests of the child) menuntut agar setiap kebijakan dan putusan perkara MBA berorientasi pada pemenuhan hak anak, tanpa diskriminasi akibat status kelahiran atau perkawinan orang tua.

Rumusan Masalah

  • Bagaimana kerangka hukum perkawinan yang relevan untuk menangani kasus married by accident di Indonesia?
  • Bagaimana pengaturan dan implementasi perlindungan anak dalam kasus MBA, terutama terkait status perdata, nasab/asal usul, dan akta kelahiran?
  • Apa hambatan utama dan strategi solusi yang dapat diusulkan agar penanganan kasus MBA selaras dengan kepentingan terbaik anak?

Tujuan Penelitian

  • Menguraikan secara ringkas kerangka hukum perkawinan yang mengatur MBA.
  • Menganalisis perlindungan anak dalam konteks MBA, termasuk instrumen korektif (isbat nikah, pengakuan anak, penetapan asal usul).
  • Memberi rekomendasi kebijakan dan praktik peradilan untuk memperkuat perlindungan anak.

Manfaat Penelitian

  • Manfaat teoretis: memberikan kontribusi konseptual pada studi hukum keluarga dan perlindungan anak.
  • Manfaat praktis: menjadi pedoman ringkas bagi mahasiswa, praktisi, dan pemangku kepentingan dalam menangani perkara MBA.

Batasan Masalah

  • Fokus pada norma umum: UU Perkawinan (dan perubahannya), KHI, UU Adminduk, UU Perlindungan Anak, Putusan MK No. 46/PUU-VIII/2010, dan Perma No. 5/2019.
  • Cakupan agama difokuskan pada ketentuan umum dan KHI untuk komunitas Muslim; untuk non-Muslim, merujuk pada ketentuan pencatatan sipil secara garis besar.
  • Tidak menyajikan studi lapangan mendalam; data empiris hanya digunakan sebagai ilustrasi dan konteks.

Sistematika Penulisan

  • Bab I: Pendahuluan
  • Bab II: Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori
  • Bab III: Metode Penelitian
  • Bab IV: Pembahasan dan Analisis
  • Bab V: Penutup

BAB II Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori

Tinjauan Pustaka Singkat

Konsep married by accident merujuk pada perkawinan yang dilangsungkan karena kehamilan pranikah. Literatur hukum keluarga Indonesia menempatkan fenomena ini pada simpul antara norma agama, norma sosial, dan norma negara. Dalam komunitas Muslim, KHI mengatur secara khusus kemungkinan dilangsungkannya perkawinan bagi perempuan hamil di luar nikah dengan pria yang menghamilinya, tanpa harus menunggu kelahiran. Namun keabsahan dan pencatatan tetap menjadi kunci agar konsekuensi hukum perkawinan berlaku penuh.

Di sisi perlindungan anak, prinsip non-diskriminasi dan kepentingan terbaik anak menjadi landasan. Undang-Undang Perlindungan Anak menegaskan hak anak atas identitas (nama, kewarganegaraan, akta kelahiran), pengasuhan, pendidikan, kesehatan, dan perlindungan dari kekerasan. Putusan MK No. 46/PUU-VIII/2010 memperkuat hak anak yang lahir di luar perkawinan untuk memiliki hubungan perdata dengan ayah biologisnya setelah dibuktikan secara ilmiah dan/atau alat bukti lain menurut hukum.

Kerangka Hukum Perkawinan

  • Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (jo. UU No. 16 Tahun 2019) mengatur syarat materiil dan formil, usia minimal kawin (19 tahun bagi pria dan wanita), serta pencatatan perkawinan.
  • PP No. 9 Tahun 1975 mengatur pelaksanaan UU Perkawinan, termasuk tata cara pencatatan.
  • Kompilasi Hukum Islam (Inpres No. 1 Tahun 1991) melengkapi pengaturan perkawinan bagi Muslim, termasuk mengenai perkawinan karena hamil (Pasal 53 KHI), anak sah (Pasal 99), dan anak yang lahir di luar perkawinan (Pasal 100).
  • Perma No. 5 Tahun 2019 memberi pedoman bagi hakim dalam memeriksa permohonan dispensasi kawin, menekankan kepentingan terbaik anak dan uji kebutuhan mendesak.

Kerangka Hukum Perlindungan Anak dan Adminduk

  • UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (jo. UU No. 35 Tahun 2014 dan UU No. 17 Tahun 2016) menegaskan prinsip non-diskriminasi, kepentingan terbaik anak, hak tumbuh kembang, serta perlindungan dari kekerasan.
  • UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (jo. UU No. 24 Tahun 2013) menjamin hak anak atas akta kelahiran dan identitas, dengan prosedur penetapan asal usul bila diperlukan.

Kerangka Teori

  • Asas kepentingan terbaik bagi anak (best interests of the child).
  • Teori keadilan substantif dalam hukum keluarga: perlakuan setara dan proporsional bagi perempuan dan anak.
  • Teori hak asasi anak: non-diskriminasi, hak atas identitas, serta hak atas pengasuhan dan perlindungan.

Rujukan Putusan Pengadilan

  • Putusan MK No. 46/PUU-VIII/2010: memperluas hubungan perdata anak luar kawin dengan ayah biologis setelah pembuktian ilmiah/alata bukti sah.

BAB III Metode Penelitian

Jenis dan Pendekatan

Penelitian ini bersifat yuridis normatif (doctrinal research) dengan:

  • Pendekatan perundang-undangan: menganalisis undang-undang dan peraturan terkait.
  • Pendekatan konseptual: menggunakan asas, doktrin, dan teori perlindungan anak.
  • Pendekatan kasus: menelaah praktik peradilan (misalnya putusan MK, penetapan dispensasi kawin, dan isbat nikah) sebagai ilustrasi.

Sumber Bahan Hukum

  • Bahan hukum primer: UU Perkawinan dan perubahannya, PP pelaksana, KHI, UU Adminduk, UU Perlindungan Anak, Perma No. 5/2019, Putusan MK No. 46/PUU-VIII/2010.
  • Bahan hukum sekunder: buku teks, artikel jurnal, pedoman lembaga, dan kajian akademik terkait hukum keluarga.
  • Bahan hukum tersier: kamus hukum, ensiklopedia, dan indeks.

Teknik Pengumpulan dan Analisis Bahan Hukum

  • Inventarisasi dan sistematisasi norma-norma terkait MBA.
  • Penafsiran gramatikal, sistematis, dan teleologis terhadap ketentuan kunci.
  • Analisis komparatif lintas instrumen (UU Perkawinan, KHI, UU Adminduk, UU Perlindungan Anak).
  • Penarikan kesimpulan secara deduktif dengan fokus pada perlindungan anak.

Batasan Validitas

Penelitian bersifat panduan ringkas tanpa uji lapangan; temuan perlu diuji lebih lanjut melalui penelitian empiris di pengadilan, KUA/Dukcapil, maupun lembaga layanan anak.

BAB IV Pembahasan dan Analisis

A. Keabsahan Perkawinan pada Kasus Married by Accident

Dalam sistem hukum Indonesia, syarat sah perkawinan mengacu pada:

  • Syarat materiil: kecakapan, tidak ada halangan perkawinan, atas persetujuan kedua pihak, usia minimal 19 tahun bagi laki-laki dan perempuan, dan ketentuan agama/kepercayaan.
  • Syarat formil: pelaksanaan sesuai tata cara agama, serta pencatatan oleh pejabat berwenang (KUA untuk Muslim; Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil untuk non-Muslim).

Pada kasus MBA, situasi yang jamak adalah:

  • Kedua calon mempelai telah cakap secara usia (≥19 tahun): secara hukum dapat melangsungkan perkawinan, dan disarankan segera melakukan pencatatan agar perlindungan hukum penuh berlaku bagi ibu dan anak.
  • Salah satu/dua pihak di bawah umur: diperlukan dispensasi kawin dari pengadilan (Perma No. 5 Tahun 2019) setelah uji kebutuhan mendesak dan pertimbangan kepentingan terbaik bagi anak. Dispensasi bukan sekadar formalitas; hakim wajib menilai dampak kesehatan reproduksi, kesiapan mental, potensi kekerasan, dan keberlanjutan pendidikan.

B. Ketentuan Khusus dalam Kompilasi Hukum Islam

KHI Pasal 53 menyebut bahwa perempuan hamil di luar nikah dapat dikawinkan dengan pria yang menghamilinya tanpa menunggu kelahiran anak. Perkawinan ini sah apabila memenuhi rukun dan syarat nikah. KHI juga mengatur:

  • Anak sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah (Pasal 99).
  • Anak yang lahir di luar perkawinan memiliki hubungan nasab dengan ibu dan keluarga ibunya (Pasal 100). Namun perkembangan yurisprudensi melalui Putusan MK No. 46/PUU-VIII/2010 memperluas hubungan perdata anak luar kawin dengan ayah biologis setelah pembuktian.

Dengan demikian, pada praktiknya, bila perkawinan dilangsungkan dan dicatat sebelum kelahiran anak, status anak pada umumnya dikualifikasikan sebagai anak sah (tergantung pemenuhan ketentuan agama dan jeda waktu kelahiran). Bila tidak terpenuhi, jalur penetapan asal usul anak atau pengakuan anak dapat ditempuh untuk menjamin hak-hak sipil anak.

C. Pencatatan Perkawinan, Isbat Nikah, dan Kepastian Hukum

Pencatatan perkawinan merupakan kunci karena:

  • Memberi dasar hukum bagi hak-hak keperdataan suami istri dan anak (nafkah, waris, perwalian).
  • Memudahkan penerbitan dokumen adminduk anak (akta kelahiran dengan mencantumkan nama ayah dan ibu sesuai ketentuan).

Jika perkawinan dilakukan secara agama tanpa pencatatan (nikah siri), tersedia mekanisme isbat nikah di Pengadilan Agama (untuk Muslim). Melalui isbat, perkawinan yang telah dilangsungkan secara syar’i dapat diakui dan dicatat oleh negara. Isbat nikah sering menjadi solusi pada kasus MBA yang terburu-buru melangsungkan akad tanpa memenuhi syarat administratif.

D. Dispensasi Kawin dan Standar Perlindungan

Perma No. 5 Tahun 2019 menyatakan bahwa pemberian dispensasi kawin harus menjadi jalan terakhir (ultimum remedium), mempertimbangkan:

  • Usia dan kedewasaan calon mempelai;
  • Kesehatan reproduksi dan risiko kehamilan usia muda;
  • Akses pendidikan dan masa depan anak;
  • Potensi kekerasan dalam rumah tangga dan kemampuan ekonomi.

Pada kasus MBA yang melibatkan anak (di bawah 19 tahun), dispensasi tidak boleh dijadikan justifikasi otomatis. Hakim lazim meminta keterangan orang tua, calon mempelai, dan bila perlu ahli (psikolog/kesehatan), untuk memastikan keputusan selaras dengan kepentingan terbaik anak. Alternatif selain perkawinan dini dapat dipertimbangkan, seperti penguatan dukungan keluarga dan jaminan pemenuhan kebutuhan anak tanpa harus mengorbankan keselamatan dan pendidikan.

E. Status Anak, Nasab/Asal Usul, dan Akta Kelahiran

Prinsip penting:

  • Anak berhak atas identitas, nama, kewarganegaraan, dan akta kelahiran.
  • Anak tidak boleh didiskriminasi karena status kelahiran.

Dalam praktik:

  • Jika orang tua menikah sah dan dicatat sebelum kelahiran: akta kelahiran mencantumkan kedua orang tua sesuai data perkawinan.
  • Jika perkawinan belum dicatat atau belum terjadi saat kelahiran: penerbitan akta kelahiran tetap dapat dilakukan, paling sedikit mencantumkan ibu; penambahan nama ayah dapat dilakukan melalui pengakuan anak atau penetapan asal usul berdasarkan bukti (termasuk hasil tes DNA bila diperlukan), sejalan dengan Putusan MK No. 46/PUU-VIII/2010 dan ketentuan adminduk.

Perlindungan hak-hak anak di sini mencakup:

  • Hak atas nafkah dan pengasuhan dari kedua orang tua;
  • Hak atas layanan kesehatan ibu dan anak selama kehamilan dan setelah persalinan;
  • Akses pendidikan dan jaminan perlindungan dari stigma sosial.

F. Ilustrasi Praktik Kasus (Sederhana)

Kasus 1 (Dewasa, Pencatatan Segera):
A (20) dan B (21) hamil di luar nikah. Keduanya menikah menurut agamanya dan segera mencatatkan perkawinan di KUA. Anak lahir 5 bulan setelah akad. Akta kelahiran diterbitkan dengan mencantumkan nama kedua orang tua. Secara hukum, hubungan perdata anak dengan kedua orang tua jelas; nafkah dan perwalian berjalan berdasar ketentuan umum.

Kasus 2 (Di Bawah Umur, Dispensasi Kawin):
C (17) dan D (18) mengajukan dispensasi kawin karena hamil. Pengadilan memeriksa kesiapan fisik, mental, dukungan keluarga, dan keberlanjutan pendidikan. Jika dispensasi dikabulkan dengan pertimbangan medis memadai dan rencana dukungan yang jelas, perkawinan dapat dilangsungkan dan dicatat; bila tidak, pengadilan dapat menolak dan mengarahkan alternatif perlindungan anak serta tanggung jawab ayah biologis (nafkah, pengakuan anak).

Kasus 3 (Nikah Siri, Isbat Nikah):
E (22) dan F (23) menikah siri saat hamil. Setelah anak lahir, mereka mengajukan isbat nikah ke Pengadilan Agama. Isbat dikabulkan, sehingga pencatatan dilakukan dan akta kelahiran anak diperbarui dengan mencantumkan nama ayah.

G. Hambatan Implementasi

  • Stigma sosial mendorong pilihan nikah siri tanpa pencatatan yang berujung pada kerumitan adminduk anak.
  • Pemahaman hukum yang rendah: tidak mengetahui prosedur pengakuan anak, penetapan asal usul, atau isbat nikah.
  • Disparitas pelayanan: akses ke pengadilan, KUA/Dukcapil, dan layanan pendukung belum merata.
  • Potensi penyalahgunaan dispensasi kawin: permohonan yang tidak ditopang analisis risiko kesehatan dan kesiapan psikososial.

H. Strategi Penguatan Perlindungan Anak

  • Penegakan standar dispensasi kawin: hakim konsisten menerapkan uji ketat, mendengar keterangan pendamping/ahli, dan menilai dampak jangka panjang bagi anak.
  • Prioritaskan pencatatan: edukasi kepada calon pengantin dan keluarga agar pencatatan dilakukan sejak awal untuk menjamin hak ibu dan anak.
  • Mempermudah adminduk: pelayanan proaktif penerbitan akta kelahiran, fasilitasi penetapan asal usul/pengakuan anak, dan pembaruan data keluarga.
  • Layanan terpadu: koordinasi KUA/Dukcapil, Pengadilan (PA/PN), Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, layanan kesehatan, dan konseling keluarga.
  • Edukasi reproduksi dan pranikah: program calon pengantin (bimbingan perkawinan), pendidikan kesehatan reproduksi remaja, dan pencegahan perkawinan anak.

I. Catatan Etis dan Prinsip Kesetaraan

Setiap langkah hukum dalam kasus MBA harus menghormati martabat perempuan dan anak, menghindari reviktimisasi, dan memastikan partisipasi bermakna pihak-pihak terkait. Kebijakan yang mendorong “legalisasi cepat” tanpa melihat keselamatan ibu dan anak perlu diwaspadai. Prinsip-prinsip HAM dan kepentingan terbaik anak harus menjadi acuan sentral.

BAB V Penutup

Kesimpulan

  • Married by accident bukan istilah hukum positif, tetapi menggambarkan fenomena kehamilan pranikah yang mendorong perkawinan. Sistem hukum Indonesia menyediakan kerangka penyelesaian melalui syarat sah perkawinan, pencatatan, dispensasi kawin, dan isbat nikah.
  • Perlindungan anak merupakan prioritas. Anak berhak atas identitas (akta kelahiran), pengasuhan, kesehatan, pendidikan, dan perlindungan tanpa diskriminasi. Putusan MK No. 46/PUU-VIII/2010 memperluas hubungan perdata anak luar kawin dengan ayah biologis setelah pembuktian sesuai hukum.
  • Implementasi kerap terkendala stigma, minimnya literasi hukum, disparitas layanan, dan potensi penyalahgunaan dispensasi kawin. Penguatan koordinasi antar lembaga, standar peradilan yang konsisten, dan kemudahan layanan adminduk menjadi kunci.

Saran

  • Bagi pembuat kebijakan: perkuat regulasi turunan dan SOP layanan terpadu (KUA/Dukcapil/Pengadilan/Dinas PPA) dengan orientasi kepentingan terbaik anak.
  • Bagi peradilan: terapkan standar ketat dispensasi kawin dan pastikan akses pada layanan penetapan asal usul/pengakuan anak dan isbat nikah.
  • Bagi instansi layanan: proaktif memfasilitasi akta kelahiran, termasuk bagi anak dari pasangan nikah siri atau belum menikah.
  • Bagi masyarakat dan keluarga: utamakan pencatatan perkawinan dan literasi hukum; hindari mendorong perkawinan anak sebagai solusi tunggal.
  • Bagi peneliti selanjutnya: perluasan penelitian empiris di pengadilan dan layanan adminduk untuk memetakan praktik terbaik dan hambatan nyata.

Daftar Pustaka

  • Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
  • Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
  • Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
  • Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam.
  • Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
  • Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
  • Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Perppu No. 1 Tahun 2016 menjadi Undang-Undang (perubahan kedua UU Perlindungan Anak).
  • Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.
  • Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.
  • Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin.
  • Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 tentang Pengujian Pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan.
  • Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convention on the Rights of the Child (Opsional sebagai landasan prinsipil).
  • Literatur dan artikel jurnal relevan tentang hukum keluarga, perlindungan anak, dan administrasi kependudukan (ditambahkan sesuai kebutuhan penelitian final).

Catatan: Naskah ini bersifat panduan. Untuk skripsi final, lengkapi dengan telaah literatur yang lebih komprehensif, studi kasus (putusan pengadilan), dan—bila memungkinkan—temuan empiris guna menguatkan analisis.

contohskripsi

Recent Posts

Skripsi Tentang Fatherless: Analisis Kebijakan—Perlindungan Anak dalam Kasus Abandonment dan Akses Bantuan Psikososial

Oleh:[Nama Penulis][NIM]Program Studi [Nama Prodi]Fakultas [Nama Fakultas][Universitas][Tahun] Motto: “Setiap anak berhak merasa aman, dicintai, dan…

1 week ago

surat riset untuk skripsi ke universitas yarsi fakultas kedokteran

Surat Riset untuk Skripsi ke Universitas YARSI Fakultas Kedokteran | Contoh, Format & Panduan Lengkap…

2 weeks ago

surat riset skripsi fakultas syariah uin antasari banjarmasin

Surat Riset Skripsi Fakultas Syariah UIN Antasari Banjarmasin - Panduan Lengkap & Template Surat Riset…

2 weeks ago

surat riset skripsi

Surat Riset Skripsi: Panduan Lengkap, Contoh, dan Template untuk Mahasiswa Surat Riset Skripsi: Panduan Lengkap…

2 weeks ago

surat riset penelitian skripsi

Surat Riset Penelitian Skripsi: Panduan Lengkap, Contoh, dan Template Surat riset penelitian skripsi adalah dokumen…

2 weeks ago

surat pernyataan tidak plagiat skripsi

Surat Pernyataan Tidak Plagiat Skripsi: Panduan Lengkap, Contoh, dan Tips Anti-Plagiarisme Surat Pernyataan Tidak Plagiat…

2 weeks ago